You are here: Home > Uncategorized > Pro Kontra Mobil Murah LCGC (Low Cost Green Car)

Pro Kontra Mobil Murah LCGC (Low Cost Green Car)

Belakangan ini negeri kita tercinta baru saja diramaikan dengan pemberitaan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik yang menyampaikan pesan-pesan yang berhubungan dengan kebijakkan pemerintah di dalam menyetujui beredarnya mobil-mobil “murah” di Indonesia. Kebijakkan ini tentunya mengundang pro dan kontra yang sangat luar biasa di masyarakat kita. Bahkan menjelang pemilu 2014, banyak sekali pernyataan daripada para pengamat politik dalam negeri yang menyatakan bahwa unsur kemunculan kebijakkan ini identik dengan adanya unsur-unsur politik di dalamnya.

Sebetulnya wacana yang pada akhirnya disetujui ini sudah muncul sejak beberapa tahun yang lalu, bahkan di IIMS 2012 sudah diperkenalkan mobil LCGC yang dikeluarkan oleh 2 produsen yang cukup dominan di Indonesia yaitu Astra Daihatsu Motor dan Toyota Astra Motor. Berbagai pertimbangan telah dilakukan pemerintah dalam menentukkan kebijakkan ini. Sehingga pada akhirnya keputusan final adalah mengeluarkan mobil LCGC yang tak lain tak bukan adalah untuk menghadapi persaingan pasar bebas ASEAN di 2015 mendatang.

Di sisi yang pro terhadap kebijakkan ini, mereka melihat bahwa mobil LCGC layak untuk diproduksi dan dijual di Indonesia karena adanya beberapa alasan yang cukup kuat. Oleh karena itu, saya mencoba merangkum beberapa alasan yang mendukung kebijakkan ini. Berikut diantaranya :

  1. Masyarakat Indonesia yang sudah merdeka 68 tahun sudah selayaknya untuk dapat membeli mobil, yang dimaksud disini adalah masyarakat menengah bawah yang selama ini tidak mampu membeli mobil.
  2. Mobil ini hemat bahan bakar dan di wacana-kan tidak akan menggunakan bahan bakar bersubsidi.
  3. Dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN yang akan datang (di 2015), lebih baik memproduksi mobil di dalam negeri yang komponennya sebagian besar berasal dari dalam negeri serta membuka lapangan pekerjaan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia dibandingkan dengan produsen luar yang masuk ke pasar di Indonesia dan menawarkan mobil-mobil murah CBU.
  4. Mobil murah menggunakan komponen lokal kurang lebih 80% dan sisanya berasal dari asing. Itu artinya memang mobil ini hampir secara keseluruhan dapat dikatakan “made in Indonesia”. Lain halnya dengan mobil nasional yang “katanya” menggunakan komponen yang berasal dari negara lain. Komponennya bukanlah hasil produksi dalam negeri, walaupun yang mengerjakannya adalah anak dalam negeri.

Begitulah kira-kira apa yang menjadi argumen daripada pihak-pihak yang pro terhadap kebijakkan tersebut. Namun disisi yang berseberangan ini, pihak-pihak yang kontra terhadap kebijakkan tersebut juga memiliki alasan-alasan yang tidak kalah kuatnya dengan pihak yang pro terhadap kebijakkan. Berikut diantaranya :

  1. Mobil murah akan menyebabkan kemacetan yang semakin parah di beberapa kota-kota besar di Indonesia. Khususnya bagi kawasan JABODETABEK yang cenderung di dominasi oleh kendaraan pribadi. Bahkan untuk DKI Jakarta sendiri, kebijakkan ini sudah berlawanan arah dengan kebijakkan daripada Pak Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) di dalam proses menanggulangi kemacetan yang ada di Ibukota. Bahkan beliau sempat mengirimkan pesan kepada bapak Wapres kita mengenai permasalahan ini.
  2. Mobil murah bukanlah solusi bagi transportasi di Indonesia, yang seharusnya dikembangkan adalah moda-moda transportasi yang mendukung seperti MRT,dan sebagainya seperti yang digunakan di negara-negara maju.
  3. Walaupun komponennya sekitar 80% berasal dari dalam negeri, tetapi produsen yang memproduksi mobil-mobil murah tersebut adalah produsen-produsen dengan brand dari Jepang seperti Daihatsu, Toyota, Honda, Datsun, dan sebagainya.

Jadi, dari kedua belah pihak sebetulnya memiliki argumen yang sama-sama bisa dibenarkan dan sama-sama kuat. Oleh karena itu saya rasa permasalahan seperti ini tidak akan ada habisnya bila tidak ada kesepakatan bersama dalam mengatasi hal ini. Karena sudah terlanjur disetujui kebijakkannya dan produksi sudah dimulai, maka pihak-pihak yang kontra dalam hal ini seperti bapak Jokowi (Gubernur DKI Jakarta) rencananya akan menerapkan kebijakkan-kebijakkan baru di Ibukota seperti penerapan plat nomor ganjil genap dan ERP untuk jalan-jalan protokol. Dimana tarif yang dikenakan diperkirakan sekitar 100.000 Rupiah setiap kali lewat.

Menurut saya pribadi, solusi terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan segera membangun infrastruktur yang baik dan merata di seluruh Indonesia serta didukung dengan moda transportasi umum yang mampu mencukupi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat kita. Dengan terpenuhinya kebutuhan akan moda transportasi umum yang baik, aman,dan nyaman tentunya dengan sendirinya masyarakat kita akan beralih menggunakan transportasi umum dan menjadi Indonesia yang lebih baik!!!

 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.