You are here: Home > Uncategorized > Perlindungan Hak Pemegang Saham Masih Rendah

Perlindungan Hak Pemegang Saham Masih Rendah

Source : Detik Finance

Jakarta – Perlindungan hak-hak pemegang saham perusahaan-perusahaan di Indonesia tercatat masih rendah. Ini tergambar dari hasil kajian Indonesian Institue Corporate Directorship (IICD) atas 330 perusahaan yang disurvei berdasarkan laporan keuangan, situs korporasi, press release, situs Bapepam-LK, BEI, dan sumber informasi publik lain.

Dari penilaian IICD, kriteria corporate governance pada perlindungan hak pemegang saham mendapatkan nilai 50,60% atau masuk kriteria rendah. Padahal pada aspek perlakuan adil terhadap pemegang saham (87,16%), peran pemangku kepentingan (65,73%), pengungkapan dan trasparansi (65,73%), serta tanggung jawab dewan komisaris dan direksi (60,60%), masuk kriteria baik.

“Prinsip pertama memang jalan di tempat karena rata-rata skornya relatif tidak berubah selama beberapa tahun terakhir. Keadaan ini tentu perlu mendapat perhatian khusus dari regulator, Bapepam-LK dan BEI,” ungkap hasil survei IICD yang disampaikan Sidharta Utama, Chairman IICD di gedung BEI, SCBD Jakarta, Jumat (10/12/2010).

Padahal keseluruhan aspek dalam penerapan Good Corporate Governance jika dilaksanakan maksimal, akan meningkatkan nilai kapitalisasi perusahaan di pasar modal. Menurut IICD, dengan asumsi investasi senilai Rp 10 triliun, perusahaan publik yang menerapkan Good Corporate Governance dapat menambah nilai transaksi sebanyak Rp 4 triliun.

Perusahaan publik yang menerapkan GCG cenderung memiliki nilai harga saham yang lebih tinggi. “Ada value sendiri bagi perusahaan yang menerapkan,” ungkapnya.

Menurut Chairman IICD, James Simanjuntak, perlindungan hak pemegang saham mewakili 20% aspek penilaian Corporate Governance Scorecard. Perlakuan asil terhadap pemegang saham dapat porsi 15%, sama dengan kriteria peran pemangku kepentingan.

“Ini memungkinkan untuk didisclose. Khusus hak-hak pemegang saham, naiknya sulit. Tetap di bawah 60%. Kan praktisnya kurang bagus. Kan peran juga 13% dari jumlah, masih belum 40%. Share holder practise juga jelek,” papar James.

Justifikasi penggunaan informasi publik sebagai dasar penilaian adalah dengan kaca mata men on the street, bahwa masyarakat hanya mempunyai akses terhadap informasi yang dipublikasikan. Dengan demikian, masyarakat hanya dapat menilai praktik corporate governance suatu perusahaan berdasarkan informasi tersebut.

Dari 330 perusahaan yang disurvei, 275 diantaranya atau 83,33 % telah memenuhi
persyaratan minimum lokal praktik Corporate Governance. Sisanya 55 perusahaan atau
16,67% masih memperolah skor buruk (dibawah 60%). “Jika dibandingkan dengan kondisi di regional, kita juga tidak paling baik maupun buruk,” imbuh Sidharta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Leave a Reply

You must be logged in to post a comment.